Belum juga berselang bulan, aku komentar pada @thomasarie yang sedang belanja-belanji untuk kantornya. Ternyata aku mesti kena karma-nya, alat produksiku meledug. Maka judul ini yang kupilih, karena memang gasik (awal) sekali, tahun 2022 baru berjalan 17 hari. Belum lagi kenyataan bahwa alat produksiku ini aku beli ya belum lama, bisa dibilang ini alat produksi paling pendek umurnya.
Waktu itu aku memutuskan mengupgrade alat produksi merek buah generasi akhir 2013-ku, karena memang sudah terasa lambat. Juga sudah mulai rewel, karena keyboardnya suka sok tahu, alias ngetik sendiri. Ditambah lagi, tuntutan pekerjaan yang mengharuskanku mesti mencari alat produksi yang lebih handal.
Sebelum beli yang baru ini, memang kebetulan sekali, aku dapat pinjaman macbook pro edisi awal space gray, ukuran 15″. Terasa betul performa dan gaharnya buat koding-koding yang memang kian hari kian berat. Maka ketika laptop pinjaman itu mesti balik ke si empunya, laptop generasi akhir 2013-ku rasanya lambaaat banget. Ya sudah, diputuskan, ganti!
Menyiksa Komputer
Rasanya sering sekali aku memposting bagaimana aku menyiksa laptopku. Memegang alat produksi dengan mesin pacu i9 dan memory 16GB, ditambah penyimpannya sudah SSD, mau gak mau rasanya kayak dikasih pegang mesin balap. Gas pol terus! Maka ya hampir sering aku memperlihatkan bagaimana 16 core CPU kuhabiskan, dan RAM-pun termakan nyaris 99%. Buat apa? Ya macam-macam, dari mulai pekerjaan sampai iseng-isengan buat andil open source.
Terakhir aku memakai laptopku untuk mentraining optical character recognizing untuk aksara Jawa. Karena aku merasa, training kali ini tidak/belum butuh GPU, maka bisalah aku hajar di komputerku. Dan ya memang bisa, meski akhirnya baru sadar bahwa datasetnya bermasalah, sehingga akurasinya malah tambah drop.
Rasanya kalau kuingat-ingat, tidak ada hari tanpa siksaan bagi komputerku ini. Kalau mengingat itu kembali, agak jatuh kasihan juga, dan ada perasaan takut jangan-jangan kelak di akhirat aku bakal dihakimi oleh laptopku, disuruh melek terus sambil ngitung jumlah wijen di onde-onde. Kalian bisa lihat kondisi laptopku di image di atas, jadi bisa membayangkan siksaan seperti apa yang bakal aku terima kelak huhu.
Paling tidak…
Pada akhirnya, aku mesti menyebutkan ini. Sebagai wujud rasa syukur dan terimakasihku pada alat produksiku itu, bahwa berkat kerja rodinya, aku jadi sempat bikin beberapa mainan yang kulempar ke github, juga sempat bikin beberapa aplikasi untuk membantu saudara-saudara di merapi maupun ketika berjibaku saat puncak covid melanda.
Menilik ke jejak karya laptopku di githubku, lumayan sih menurutku. Ada bahasa pemrograman Sawa, yang sempat viral sampai ke forum Libre Office di Jepang, dan sampai sekarang juga masih selalu dapat like dari programmer entah dari belahan dunia mana. Lalu juga beberapa mainan terkait aksara Jawa, seperti yang terakhir adalah dasanama.
Berkat laptop itu juga, aku jadi sempat terlibat (digeret Haris) pengembangan Nenggala OS, sebuah operating system yang secara native nantinya akan menyediakan keyboard dan font aksara jawa yang lebih lengkap. Selain itu juga sempat bermain-main blockchain bareng @cengkaruk dan @uradn dilanjut nemenin @anvie mengembangkan NuChain (blockchain nusantara), meski yang terakhir ini aku sama sekali belum urun kodingan.
Kalau melihat beberapa hal di atas, dan masih ada yang lain, kecil-kecil yang belum aku tuliskan, rasanya aku bisa merelakan jika memang dia harus pensiun dini. Apa boleh bikin.
Maturnuwun nggih laptopku.
Sekarang pertanyaannya tinggal, njuk?